Kamis, 16 Februari 2012


Orang Banjar dan Dayak di Kalimantan Selatan: Asal Usul dan Perhubungan Mereka




Oleh : Dr.Mohamed Salleh Lamry

Kalimantan Selatan Selayang PandangProvinsi Kalimantan Selatan kini ialah provinsi yang terkecil dari empat provinsi di Kalimantan. Bagaimanapun, tidak demikian pada masa yang lalu. Sehingga tahun 1957 Kalimantan Selatan ialah provinsi besar, yang merupakan gabungan dari

----------------
* Kertas kerja untuk Konferensi Antaruniversiti Se Borneo-Kalimantan Ke-3, Banjarmasin,
15-17 Jun 2007.
** Mantan Prof.Madya dan Sarjana Tamu, Program Antropologi dan Sosiologi, Universiti
Kebangsaan Malaysia
Wilayah Kotawaringan, Dayak Besar, Daerah Banjar dan Federasi Kalimantan Tenggara. Kalimantan Selatan pada masa itu mengandungi provinsi yang kini dikenali sebagai Kalimantan Tengah.

Walau bagaimanapun, setelah orang Dayak di Kalimantan Tengah meminta provinsi mereka sendiri dengan melancarkan perang gerila dan mendapat sokongan dari Jakarta, mereka telah memperoleh provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1957. Wilayah Kotawaringin dan Dayak Besar dikeluarkan dari Kalimantan Selatan untuk membentuk provinsi Kalimantan Tengah. Sementara itu, Pasir (bahagian Federasi Kalimantan Tenggara) juga telah keluar dari Kalimantan Selatan dan bergabung dengan Kalimantan Timur. Dengan itu, Kalimantan Selatan kini hanya terdiri daripada Daerah Banjar dan sebahagian dari daerah Federasi Kalimantan Tenggara.

Walaupun kini Kalimantan Selatan merupakan provinsi yang terkecil, tetapi provinsi ini ialah provinsi yang paling padat penduduknya. Mengikut sensus penduduk tahun 2000 Kalimantan Selatan mempunyai penduduk 2,975,440 orang, sementara luas wilayah yang mereka diami hanya 37,660 km atau 14,000 batu persegi (Muller 1992).

Mengikut sensus 2000 juga, ada lapan etnik terbanyak di Kalimantan Selatan, iaitu Suku Banjar (2,271,586 orang), suku Jawa (391,030 orang), Suku Bugis (73,037 orang), Suku Madura (36,334 orang) Suku Bukit (35,838 orang), Suku Mandar (29,322 orang), Suku Bakumpai (20,609 orang), dan Suku Sunda (18, 519 orang). Suku lain, yang tidak dinyatakan namanya ialah 99,165 orang.

Dari data di atas, pada masa ini Suku Banjar ialah majoriti penduduk Kalimantan Selatan, sementara Suku Dayak (Bukit dan Bakumpai) kurang sepertiga dari jumlah Suku Banjar. Bagaimanapun, sebelum tahun 1957, ketika Kalimantan Tengah masih merupakan sebahagian daripada Kalimantan Selatan, jumlah Suku Dayak tentulah lebih ramai lagi.

Secara umum dapat dikatakan bahawa di Kalimantan (termasuk Kalimantan Selatan) suku Dayak menghuni kawasan pedalaman, sementara daerah pantai atau daerah hilir yang mengitari kawasan itu dihuni oleh suku Banjar, Jawa, Bugis dan suku lainnya (Masri Singarimbun 1996: 258).
Asal Usul Orang Banjar 

Mengenai asal usul orang Banjar, pada masa ini sekurang-kurangnya ada dua pendekatan yang cuba menerangkan fenomena tersebut. Pertama, pendekatan primordialisme yang dikemukakan oleh Alfani Daud. Kedua, pendekatan konstruktifis atau situasionalis yang pada mulanya dikemukakan oleh Idwar Saleh (1986), kemudian dikembangkan oleh Marko Mahin (2004).

Mengikut Alfani Daud (1997; 2004: 85) suku bangsa Banjar ialah penduduk asli sebahagian wilayah provinsi Kalimantan Selatan, iaitu selain kabupaten Kota Baru. Mereka itu diduga berintikan penduduk asal Sumatera atau daerah sekitarnya lebih dari seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang lama sekali, dan setelah bercampur dengan penduduk yang lebih asli, yang biasanya dinamakan secara umum sebagai suku Dayak, dan dengan imigran yang datang kemudian, akhirnya terbentuklah setidak-tidaknya tiga subsuku, iaitu Banjar Pahuluan, Banjar Batang Banyu dan Banjar Kuala.

Orang Pahuluan pada asasnya ialah penduduk daerah lembah sungai-sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke Pegunungan Meratus. Orang Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara, sedangkan oang Banjar Kuala mendiami daerah sekitar Banjarmasin dan Martapura.

Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya ialah bahasa Melayu – sama halnya seperti ketika mereka berada di daerah asalnya di Sumatera atau sekitarnya – yang di dalamnya terdapat banyak sekali kosa kata yang berasal dari kosa kata Dayak dan Jawa.

Nama Banjar diperoleh kerana mereka dahulu, sebelum dihapuskan pada tahun 1860, adalah warga Kesultanan Banjarmasin atau dianggap sebagai Banjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada masa mula-mula didirikan. Ketika ibukota dipindahkan arah ke pedalaman, terakhir di Martapura, nama Banjar tersebut nampaknya sudah diterima umum dan tidak berubah lagi.

Dari segi agama, boleh dikatakan semua orang Banjar memeluk agama Islam. Dan mereka pada umumnya ialah orang yang taat menjalankan perintah agamanya.

Mengikut Idwar Saleh (1986: 12) pula, sebelum dan pada awal berdirinya Kesultanan Islam Banjar, baik etnik Banjar maupun etnik Dayak sama sekali tidak disebut. Hal itu bererti, Banjar, pada waktu itu belum menjadi identiti suku atau agama, dan hanya sebagai identiti diri yang merujuk pada kawasan teritorial tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka. Dengan itu, Idwar Saleh menyimpulkan:

Demikian kita dapatkan keraton keempat adalah lanjutan dari kerajaan Daha dalam bentuk kerajaan Banjar Islam dan berpadunya suku Ngaju, Maayan dan Bukit sebagai inti. Inilah penduduk Banjarmasih ketika tahun 1526 didirikan. Dalam amalgamasi (campuran) baru ini telah bercampur unsur Melayu, Jawa, Ngaju, Maayan, Bukit dan suku kecil lainnya diikat oleh agama Islam, berbahasa Banjar dan adat istiadat Banjar oleh difusi kebudayaan yang ada dalam keraton….Di sini kita dapatkan bukan suku Banjar, kerana kesatuan etnik itu tidak ada, yang ada adalah group atau kelompok besar iaitu kelompok Banjar Kuala, kelompok Banjar Batang Banyu dan kelompok Banjar Pahuluan. Yang pertama tinggal di daerah Banjar Kuala sampai dengan daerah Martapura. Yang kedua tinggal di sepanjang Sungai Tabalong dari muaranya di Barito sampai dengan Kelua. Yang ketiga tinggal di kaki pegunungan Meratus dari Tanjung sampai Pelaihari. Kelompok Banjar Kuala berasal dari kesatuan- etnik Ngaju, kelompok Banjar Batang Banyu berasal dari kesatuan- etnik Maayan, kelompok Banjar Pahuluan berasal dari kesatuan- etnik Bukit. Ketiga ini adalah intinya. Mereka menganggap lebih beradab dan menjadi kriteria dengan yang bukan Banjar, iaitu golongan Kaharingan, dengan ejekan orang Dusun, orang Biaju, Bukit dan sebagainya.

Selanjutnya menurut Idwar Saleh (1991):

Ketika Pangeran Samudra mendirikan kerajaan Banjar ia dibantu oleh orang Ngaju, dibantu patih-patihnya seperti Patih Balandean, Patih Belitung, Patih Kuwin dan sebagainya serta orang Bakumpai yang dikalahkan. Demikian pula penduduk Daha yang dikalahkan sebagian besar orang Bukit dan Manyan. Kelompok ini diberi agama baru iaitu agama Islam, kemudian mengangkat sumpah setia kepada raja, dan sebagai tanda setia memakai bahasa ibu baru dan meninggalkan bahasa ibu lama. Jadi orang Banjar itu bukan kesatuan etnis, tetapi kesatuan politik, seperti bangsa Indonesia.

Maka, berdasarkan pendapat Idwar Saleh (1991) dapat diambil kesimpulan, bahawa suku Banjar terbahagi kepada 3 subetnis berdasarkan wilayah tempat tinggal mereka dan unsur pembentuk suku itu, yang menggambarkan masuknya penduduk pendatang ke wilayah penduduk asli Dayak:

1. Banjar Pahuluan ialah campuran Melayu dan Bukit (Bukit sebagai ciri kelompok).
2. Banjar Batang Banyu ialah campuran Melayu, Maayan, Lawangan, Bukit dan Jawa (Maanyan sebagai cirri kelompok)
3. Banjar Kuala ialah campuran Melayu, Ngaju, Barangas, Bakumpai, Maayan, Lawangan, Bukit dan Jawa (Ngaju sebagai ciri kelompok).

Adalah diakui pendapat yang dikemukakan oleh Alfani Daud dan Idwar Saleh masing-masingnya mempunyai kekuatan yang tersendiri. Namun, tulisan-tulisan terakhir tentang asal usul orang Banjar saya dapati lebih banyak yang memihak kepada pendapat Idwar Saleh. Misalnya, tim penelitian dari Departmen Pendidikan dan Kebudayaan (1977-78: 17) merumuskan bahawa Suku Banjar yang terdiri dari Banjar Kuala, Banjar Batang Banyu dan Banjar Hulu adalah bentukan dari Suku Dayak Maayan, Dayak Lawangan, Dayak Bukit Meratus dan Dayak Ngaju. Melalui proses pembauran yang memakan waktu berabad-abad, kelompok Dayak yang menggunakan bahasa Banjar, beragama Islam dan bercampur dengan suku Melayu dan Jawa lambat laun dalam kerajaan Banjar menjadi Suku Banjar, sementara yang tidak memeluk Islam dan tidak berbahasa Banjar, tetap menyebut diri mereka sebagai Dayak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar